Senin, 15 Agustus 2016

Bagaimana Kondisi Pembiayaan Macet Bank Syariah pada 2016?


Akhir tahun lalu, memang menjadi salah satu periode berat industri perbankan syariah di Indonesia. Kredit macet atau rasio Non Performing Financing (NPF) bank syariah secara umum berada pada angka 4,7%, hampir mencapai batas maksimal yang ditetapkan sebesar 5%. Di saat yang sama, bank konvensional hanya berada di kisaran 2% 'saja'. Secara total, nilai kredit macet perbankan syariah tahun 2015 mencapai Rp 9,7 triliun. Tentu, sebuah angka yang tidak kecil, bukan?
Sesungguhnya ada alasan cukup logis terkait kondisi tersebut. Seperti kita ketahui, tahun 2014-2015 adalah tahun dimana kondisi ekonomi dan bisnis di Indonesia secara umum sedang mengalami perlambatan. Growth ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,79% atau terendah selama 6 tahun terakhir. Dengan kondisi tersebut, wajar jika banyak usaha yang ikut tumbang atau merugi dalam bisnisnya. Secara sekuensial hal ini tentu berimbas pada pembiayaan bank syariah yang masuk kategori macet.
Lantas, bagaimanakah kondisi NPF pada tahun 2016 ini? Dari perspektif pembiayaan modal kerja, investasi dan pembiayaan konsumtif, manakah diantara ketiganya yang menyumbang kredit macet paling besar? Lalu, dari perspektif wilayah, manakah provinsi dengan nilai NPF yang paling tinggi?
Dengan tools Watson Analytic, berikut ini adalah hasil yang didapat menggunakan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait NPF bank syariah tertanggal Mei 2016. Data ini adalah yang paling update dan merupakan akumulasi dari nilai pembiayaan macet Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Secara total, angka pembiayaan bermasalah perbankan syariah pada bulan Mei 2016 adalah Rp 12,1 triliun atau mendekati 3%. Porsi terbesar dari NPF bank syariah adalah pembiayaan modal kerja yang mencapai Rp 5,8 triliun. Sementara nilai kredit macet tipe pembiayaan investasi dan konsumsi sebesar Rp 3,3 dan Rp 3 triliun.
Berdasarkan perspektif wilayah, 5 provinsi dengan nilai pembiayaan macet terbesar pada Mei 2016 adalah: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Jawa Tengah. Kelima provinsi ini menyumbang angka kredit mecat hingga Rp 9 triliun atau 3/4 dari total pembiayaan bermasalah. Tentu saja, hal ini berkaitan dengan postur pembiayaan yang diberikan (financing) yang memang besar untuk wilayah-wilayah tersebut.
DKI Jakarta menjadi daerah yang memiliki nilai pembiayaan macet tertinggi dari tipe pembiayaan modal kerja. Sementara itu Jawa Barat menjadi provinsi yang memiliki nilai pembiayaan macet tertinggi dari tipe pembiayaan investasi dan pembiayaan konsumtif. Memang, NPF ini menjadi salah satu PR paling besar para praktisi perbankan, termasuk bank syariah.
Kondisi Industri perbankan syariah saat ini masih terhitung masih muda, Infrastruktur bank syariah seperti manpower atau prosesnya masih dalam tahap 'investment grade'. Dengan kondisi tersebut, tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi para praktisi perbankan syariah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar