Kamis, 28 Juli 2016

Manakah Negara dengan Aset Bank Syariah Terbesar?



Islamic Finance Country Index (IFCI) merupakan bagian dari Global Islamic Finance Report (GIFR) yang meranking negara berdasarkan beberapa indikator keuangan syariah di negara masing-masing. Data GIFR terakhir tahun 2016 menunjukkan Indonesia berada pada peringkat ke-6 dari total 48 negara yang diteliti. Peringkat pertama masih diduduki oleh Malaysia.

Berbeda dengan hasil tersebut, EY, sebuah lembaga riset internasional, rutin melakukan riset terkait 'World Islamic Banking Competitiveness Report' atau WIBCR. Jika IFCI mengukur keseluruhan industri keuangan Islam, maka WIBCR lebih spesifik melihat perkembangan industri perbankan syariah tiap negara.

SMART kemudian melakukan pemetaan negara-negara dengan aset perbankan syariah terbesar di dunia. Berdasarkan hasil laporan tersebut, terdapat sedikitnya 9 negara dengan pangsa aset lebih dari 93% bank syariah dunia dengan total aset sebesar USD 920 Miliar pada akhir tahun 2015.

Pada kategori pertama adalah negara dengan aset perbankan syariah terbesar di dunia (warna hijau) dengan kategori aset di atas USD 100 Miliar. Ada 3 negara yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: Saudi Arabia (USD 291 Miliar), lalu Malaysia (USD 137 Miliar) dan terakhir UEA (USD 136 Miliar). Ketiga negara ini adalah yang paling dominan menguasai pangsa perbankan syariah dunia.

Kategori kedua adalah negara dengan aset perbankan syariah berukuran sedang (warna kuning) dengan aset antara USD 30-100 Miliar. Tiga negara yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: Kuwait (USD 89 Miliar), Qatar (USD 72 Miliar) dan ketiga Turki (USD 45 Miliar). Khusus negara Turki, belakangan negara ini cukup melesat perkembangan perbankan syariahnya. 

Adapun kategori ketiga adalah negara dengan aset perbankan syariah berukuran relatif kecil (warna merah) dengan aset di bawah USD 30 Miliar. Tiga negara yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: Indonesia (USD 22 Miliar), Bahrain (USD 14 Miliar) dan negara Pakistan (USD 12 Miliar). 

Indonesia sesungguhnya memiliki potensi yang sangat besar untuk naik kelas. Luas wilayah, market size hingga jumlah populasi muslim yang sangat besar menjadi pertimbangan. Namun seperti yang sama-sama kita ketahui, hal ini masih kurang cukup untuk menjadikan Indonesia sebagai 'big player' industri perbankan syariah dunia. Hal lain seperti regulasi, kesiapan infrastruktur dan SDM dianggap masih kurang.

Di luar 3 kategori ini sesungguhnya ada negara-negara lain yang tidak masuk dalam observasi. Beberapa negara tersebut antara lain: Bangladesh, Sudan, Mesir, Jordan, Oman dan yang lainnya. Termasuk juga UK yang industri perbankan syariahnya makin menggeliat.

Senin, 25 Juli 2016

Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia dengan Analytic Network Process



Dalam perkembangan terakhir, industri perbankan syariah ternyata mengalami penurunan performa dibanding perbankan konvensional. Misalnya, tercermin dari non performing financing yang relatif tinggi. Ataupun pengukuran efisiensi yang lebih rendah dibanding industri perbankan konvensional. Eksistensi bank syariah di Indonesia belum didukung oleh faktor-faktor pendukung yang memungkinkan perbankan syariah untuk terus berkembang dan berjalan dengan baik. 

Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat berkembangnya industri perbankan syariah di Indonesia, antara lain: belum memadainya sumber daya manusia yang terdidik dan profesional, menyangkut manajemen sumber daya manusia dan pengembangan budaya serta jiwa wirausaha (entrepreneurship) bangsa kita yang masih lemah, permodalan (dana) yang relatif kecil dan terbatas, dan adanya ambivalensi antara konsep syariah pengelolaan bank syariah dengan operasionalisasi di lapangan.

Selain problem di atas, ditambah pula dengan tingkat kepercayaan yang masih rendah dari umat Islam dan secara akademik belum terumuskan dengan sempurna untuk mengembangkan lembaga keuangan syariah dengan cara sistematis dan proporsional. Kompleksitas persoalan tersebut menimbulkan dampak terhadap kepercayaan masyarakat tentang keberadaan bank syariah di antara lembaga keuangan konvensional.

Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, tahun 2016 ini SMART Consulting melakukan riset terkait Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: apa sajakah masalah-masalah yang dihadapi oleh institusi perbankan syariah di Indonesia terutama 1-2 tahun terakhir? Apa saja solusi yang tepat? Bagaimana strategi yang harus diterapkan dalam kerangka strategis jangka panjang? Dengan pendekatan metode Analytic Network Process (ANP), beberapa pertanyaan tersebut akan coba dijawab dan dicarikan solusinya. 

Analytic Network Process (pertama kali dikembangkan Thomas Saaty) merupakan teori matematis yang mampu menganalisa pengaruh dengan pendekatan asumsi-asumsi untuk menyelasaikan bentuk permasalahan. Metode ini digunakan dalam bentuk penyelesaian dengan pertimbangan atas penyesuaian kompleksitas masalah secara penguraian sintesis disertai adanya skala prioritas yang menghasilkan pengaruh prioritas terbesar. ANP juga mampu menjelaskan model faktor-faktor dependence serta feedback nya secara sistematik. Pengambilan keputusan dalam aplikasi ANP yaitu dengan melakukan pertimbangan dan validasi atas pengalaman empirical. 

Permasalahan dalam hal pengembangan perbankan syariah di Indonesia dapat dibagi menjadi 4 aspek yang terdiri dari aspek sumber daya manusia (human resources), Teknis (technical), aspek Legal/Struktural dan aspek Pasar. 

Penguraian aspek masalah secara keseluruhan menghasilkan urutan prioritas: 1) Belum memadainya permodalan bank syariah; 2) Lemahnya pemahaman praktisi bank syariah; 3) Kurangnya dukungan pemerintah dan 4) Trust & minat masyarakat terhadap bank syariah cenderung rendah.

Sedangkan prioritas strategi kebijakan yang dianggap mampu menyelesaikan permasalahan industri perbankan syariah di Indonesia terdiri dari: 1) memperkuat permodalan dan skala usaha serta memperbaiki tingkat efisiensi; 2) memperbaiki kuantitas dan kualitas sumber daya manusia bank syariah, berikut juga sistim informasi dan teknologi; 3) perbaikan struktur dana bank syariah dan harmonisasi pengaturan dan pengawasan.

Minggu, 24 Juli 2016

Analisis Sentimen Bank Syariah Indonesia: Pendekatan Text Analytics


Sentiment Analysis merupakan sebuah cabang penelitian pada domain Text Mining yang mulai booming pada awal tahun 2002-an. Risetnya mulai marak semenjak paper dari B.Pang dan L.Lee muncul. Sederhananya, text mining lebih bertujuan untuk mengolah kata, bukan mengolah angka.

Sentiment analysis terdiri dari 3 subproses besar yakni:
Subjectivity Classification, Orientation Detection dan Opinion Holder & Target Detection. Hingga saat ini, hampir sebagian besar penelitian di bidang sentiment analysis ditujukan untuk Bahasa Inggris karena memang Tools/Resources untuk bahasa inggris sangat banyak sekali. Beberapa resources yang sering digunakan untuk sentiment analysis adalah SentiWordNet dan WordNet.

SMART Consulting mencoba mengukur tingkat sentimen publik terhadap bank syariah di Indonesia. Terutama juga dikaitkan dengan komparasi terhadap perkembangan bank syariah di negara tetangga, Malaysia. Dipilih 20 dokumen yang digunakan sebagai sumber data. Tools Semantria digunakan sebagai alat bantu.

Hasilnya menunjukkan bahwa dari data yang ada, hanya 30% dokumen yang memiliki sentimen positif atas perkembangan bank syariah di Indonesia. Sementara itu, 35% dokumen bersentimen negatif. Sisanya, yakni sebesar 35% lebih mengarah pada penilaian netral. 

Merujuk hasil ini, pada faktanya, sentimen negatif lebih dominan dibanding dengan sentimen positif atas perkembangan industri bank syariah di Indonesia. Tentu saja banyak alasan yang mendasarinya: Kekurangan SDM syariah yang handal, persepsi masyarakat yang kurang baik, hingga regulasi yang kurang mendukung dibanding yang dilakukan otoritas yang sama di negeri jiran.

Jumat, 15 Juli 2016

Mengukur Tingkat Produktivitas Bank Syariah



Produktivitas mengandung arti perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). Dengan kata lain produktivitas memliliki dua dimensi. Dimensi pertama adalah efektivitas yang mengarah kepada pencapaian target berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Yang kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.

Bank syariah sebagai sebuah industri jasa yang melayani nasabah, sangat perlu memperhatikan produktivitas dalam menjalankan roda usahanya. Di samping sebagai sebuah lembaga intermediasi yang dituntut tepat mengelola dana nasabah, bank syariah juga perlu tetap menjaga performa bisnisnya sehingga menghasilkan keuntungan yang diharapkan. SMART Consulting tertarik untuk meneliti sejauh mana tingkat produktivitas bank syariah di Indonesia belakangan ini.

Untuk mengukur produktivitas bank syariah yang diobservasi, penelitian ini menggunakan analisis Malmquist Productivity Index (MPI). Indeks Malmquist secara spesifik melihat tingkat produktivitas masing-masing unit bisnis, dalam hal ini bank syariah, sehingga akan terlihat perubahan dari tingkat efisiensi dan teknologi yang digunakan berdasarkan input dan output yang telah ditetapkan. Indeks ini juga digunakan untuk menganalisis perubahan kinerja antarwaktu.

Indeks Malmquist pertama kali dibuat oleh Sten Malmquist pada 1953 untuk mengukur produktivitas. MPI berlandaskan pada konsep fungsi produksi (production function) yang mengukur fungsi produksi maksimum dengan batasan input yang sudah ditentukan. Dalam perhitungannya, indeks ini terdiri atas beberapa hasil yaitu: efficiency change, technological change, pure efficiency change, economic scale change dan TFP change.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11 Bank umum syariah dari tahun 2012 hingga 2014. Variabel input dan output didapat dari laporan neraca dan laba rugi masing-masing bank. Tiga input dan dua output digunakan untuk mengukur efisiensi dan tingkat produktivitas bank syariah. Sebagai variabel input adalah Dana Pihak Ketiga (X1), Biaya Personalia (X2) dan Biaya administrasi dan umum (X3). Sementara itu untuk variabel output yaitu Total Pembiayaan (Y1) dan Pendapatan Operasional (X2).

Hasil yang diperoleh dari skor indeks Malmquist (TFP Change) menunjukkan bahwa 8 bank syariah dari total 11 BUS mengalami peningkatan produktivitas, atau sekitar 73% dari keseluruhan bank umum syariah. Ini ditandai dengan skor 'TFP Change' lebih dari 1. Sementara sisanya menunjukkan tingkat produktivitas yang relatif rendah.

Pengukuran tingkat produktivitas industri perbankan dan keuangan syariah perlu dilakukan secara berkala dan konsisten, agar pihak-pihak berkepentingan dapat menganalisa dan menentukan arah kebijakan yang tepat dalam rangka pengembangan industri ini.

Kamis, 14 Juli 2016

18 Model DEA untuk Mengukur Efisiensi Bank Syariah



Pengukuran tingkat efisiensi banyak berkutat pada 2 model saja yaitu CCR yang berasumsi Constant Return to Scale dan BCC yang memiliki asumsi Variable Return to Scale. Namun sesungguhnya, selain model CCR (CRS) dan BCC (VRS) tersebut, masih banyak lagi model DEA lain. Tercatat sedikitnya ada 40 model DEA yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi suatu DMU. 

DEA menawarkan tiga orientasi dalam perhitungan efisiensi relatifnya yaitu (1) Model orientasi input (input-oriented model) yaitu model dimana setiap DMU diharapkan memproduksi sejumlah output tertentu dengan sejumlah input terkecil yang memungkinkan (minimasi input), dengan demikian input merupakan sesuatu yang dapat dikontrol; (2) Model orientasi output (output-oriented model) yaitu model dimana setiap DMU diharapkan memproduksi sejumlah output terbesar yang memungkinkan dengan sejumlah input tertentu (maksimasi output), dengan demikian output merupakan sesuatu yang dapat dikontrol; dan (3) Model orientasi dasar (base-oriented model) yaitu model dimana setiap DMU diharapkan memproduksi dengan kondisi gabungan optimal antara input dan output, dengan demikian input dan output merupakan sesuatu yang dapat dikontrol. (Charnes et. al, 1994).

Kali ini, SMART melakukan reviu terkait pengukuran tingkat efisiensi Bank Umum Syariah dengan mengaplikasikan 18 model DEA. Model yang digunakan adalah adalah: CCR Input-Output, BCC Input-Output, GRS Input-Output, IRS Input-Output, DRS Output, SBM, SBM VRS, SBM GRS, SBM Input-Output, NC Input-Output dan ND Input-Output. Sebagai alat bantu, tools analysis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Software Open Source DEA (OSDEA). Software ini relatif jarang dipakai dimana mayoritas peneliti menggunakan software MaxDEA, Banxia, atau DEAP dalam riset efisiensinya.

Variabel output yang digunakan untuk menghitung efisiensi adalah total pembiayaan yang diberikan dan pendapatan operasional tahun 20011-2014, sedangkan variabel input yang digunakan adalah dana pihak ketiga, biaya personalia dan biaya administrasi dan umum tahun 2011-2014. Dari ke-18 model tersebut akan diketahui bank syariah yang menjadi best practice dan akan diketahui original-projected value, radial-slack movement, dan peers (benchmarks) pada masing-masing BUS. 

Dari ke-18 model DEA yang dijelaskan di atas, penelitian ini mencoba mengukur tingkat efisiensi Bank Umum Syariah selama periode 2011-2014. Data hanya sampai 2014 mengingat beberapa BUS masih belum mempublikasi resmi laporan keuangan tahun 2015. Setelah dilakukan pengukuran masing-masing, selanjutnya dilakukan rata-rata terhadap nilai efisiensi yang ada dari setiap model. Berikut di bawah ini adalah hasil perhitungan tingkat efisiensi per tahun dari 11 BUS selama periode penelitian.

Hasilnya, BUS yang masuk kategori efisiensi tinggi antara lain: Maybank, Panin, Mega, BMI dan BCA. BUS yang masuk dalam kategori sedang adalah: Bukopin, BNI, BSM, BJB dan BRI. Adapun Victoria tergolong ke dalam BUS dengan kategori efisiensi relatif rendah.

Rabu, 13 Juli 2016

Importance Performance Analysis (IPA) pada Lembaga Keuangan Syariah



Importance Performance Analysis atau disingkat IPA adalah suatu teknik analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kinerja penting apa yang harus ditunjukkan oleh suatu organisasi dalam memenuhi kepuasan para pengguna jasa mereka (konsumen).

Metode analisis ini pertama kali diperkenalkan oleh John A. Martilla dan John C. James tahun 1977. Awalnya, Martilla dan James memaksudkan metode ini untuk digunakan dalam bidang riset pemasaran dan perilaku konsumen. Kendati demikian, pada perkembangan selanjutnya, kini penggunaannya telah meluas pada riset-riset pelayanan rumah sakit, pariwisata, sekolah, bahkan hingga analisis atas kinerja birokrasi publik (pemerintahan).

Uji ini dilakukan guna menguji apakah terdapat kesenjangan (gap) antara Harapan dengan Persepsi dalam variabel yang dianalisis. Uji dilakukan dengan membedakan nilai Mean antara Harapan dengan Persepsi dan perbedaan tersebut berlangsung dalam kelompok sampel yang sama (pelanggan sama, mengisi kuesioner sama).

Selanjutnya, pendekatan ini membagi kelompok variabel menjadi 4 kuadran. Kuadran pertama sebelah kiri atas tergolong ke dalam faktor prioritas utama. Kuadran kedua terletak pada kanan atas. Kuadran ketiga berada pada kiri bawah. Sementara kuadran terakhir terletak di kanan bawah.

KUADRAN I = Prioritas Utama 
Faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan tetapi pada kenyataannya faktor-faktor ini belum sesuai dengan harapan. Atribut-atribut yang termasuk ke dalam kuadran ini harus mendapat perhatian lebih atau diperbaiki sehingga kinerjanya meningkat.

KUADRAN II = Pertahankan Prestasi 
Faktor-faktor yang dianggap penting telah sesuai dengan kenyataan yang dirasakan oleh pelanggan sehingga tingkat kepuasan relatif tinggi. Atribut-atribut yang termasuk ke dalam kuadran ini harus tetap dipertahankan karena atribut-atribut inilah yang telah menarik perhatian pelanggan untuk memanfaatkan produk tersebut.

KUADRAN III= Prioritas Rendah 
Faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan pada kenyataannya tidak terlalu istimewa. Peningkatan pada atribut-atribut dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruh terhadap manfaat yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil. 

KUADRAN IV = Berlebihan 
Faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan namun pada kenyataannya sudah cukup memuaskan. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan untuk dikurangi, sehingga perusahaan dapat menghemat biaya. 

Gambar di atas memperlihatkan hasil analisis IPA sebuah bank syariah. Ada 24 variabel (atribut) yang dianalisis, mulai dari pelayanan antrian, ATM, tempat parkir, hingga pelayanan sms dan internet banking. Hasilnya menunjukkan, terdapat 3 atribut yang masuk dalam kuadran I (prioritas utama perbaikan), 9 atribut masuk ke dalam kuadran II (pertahankan), 8 atribut tergolong kuadran III (prioritas rendah) dan 4 atribut yang masuk ke dalam kuadran IV (berlebihan).

Penggunaan metode Importance Performance Analysis ini penting untuk dilakukan secara berkala oleh setiap bank syariah, dalam rangka mengetahui preferensi dan penilaian nasabah atas pelayanan yang diberikan.

Selasa, 12 Juli 2016

Prediksi Efisiensi Bank Umum Syariah di Indonesia



Pengukuran efisiensi sangat diperlukan dalam kerangka maksimisasi output dan minimisasi input. Apalagi bank syariah di Indonesia yang harus berhadapan dengan bank konvensional yang sudah lebih dahulu "makan asam garam" industri ini. 

Riset pengukuran efisiensi perbankan, didominasi oleh pendekatan nonparametrik DEA, dibanding parametrik. Namun riset efisiensi DEA masih tidak begitu banyak variasi dari sisi analisis. Padahal, banyak sekali 'angle' analisis yang dapat dilakukan melalui metode yang pertama dikembangan Charnes Cooper dan Rhodes ini.

Sebut saja beberapa analisis minorstream DEA antara lain: Super efisiensi, Slack based Measure (SBM) Model, analisis sensitivitas DEA, window analysis, dan banyak lagi. Salah satu yang jarang digunakan adalah penggunaan DEA untuk prediksi efisiensi. SMART sebagai lembaga yang fokus riset ekonomi keuangan syariah, mencoba mengaplikasikannya.

Data yang digunakan adalah seluruh Bank Umum Syariah periode 2011-2014 berjumlah 11 bank. Data variabel input dan output didapat dari laporan neraca dan laba rugi masing-masing bank. Sebagai variabel input adalah Dana Pihak Ketiga (X1) dan Biaya Personalia (X2) dan Biaya Administrasi (X3). Sementara itu untuk variabel output yaitu Total Pembiayaan (Y1) dan Pendapatan Operasional (X2).

Tahap pertama, dilakukan lebih dahulu forecast terhadap variabel-variabel di atas dengan 2 skema: lower dan upper. Lower untuk proyeksi pesimis dan upper untuk optimis. Setelah didapat, hasil forecast kemudian kembali diolah dengan DEA. Sehingga menunjukkan 2 hasil prediksi nilai efisiensi di masa mendatang untuk setiap BUS yang diteliti. 

Penelitian-penelitian terkait industri perbankan dan keuangan syariah harus banyak dilakukan. Jika 10 tahun silam hal ini (baca: RnD) tidak begitu perlu dilakukan, karena usia bank syariah yang masih 'infant', maka saat ini urgensi riset dalam dunia ekonomi Islam menjadi lebih penting. Usia hampir 25 tahun terhitung sejak berdirinya bank syariah pertama tahun 1992 menjadi fakta. Kini, bank syariah sudah mulai memasuki masa "remaja" dan semestinya lebih dewasa.